Bekali MABA Dengan Moderasi Beragama, Ahans Mahabie: Boleh Modern, Asal Tetap Moderat
Humaniora – (24/8/2022) Moderasi beragama merupakan sebuah sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang yang beragama. Perbedaan keyakinan tidak dapat dihindari karena merupakan sunnatullah. Ragam keyakinan itu harus diterima oleh setiap orang beragama. Hal itu disampaikan oleh Ahans Mahabie, SS., M.A, Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) Fakultas Humaniora yang digelar pada Rabu 24 Agustus 2022.
Menurut Gus Ahans, bersikap moderat atau tawassuth dapat ditemukan dasarnya dalam al-Qur’an, yaitu QS Al-Baqarah (2): 143. Ini harus diperhatikan oleh setiap muslim. Setiap kita tidak boleh meremehkan kandungan ayat itu.
Selanjutnya, Gus Ahans menjelaskan bahwa frase ummatan wasathon sebagaimana dalam QS Al-Baqarah tersebut bisa berarti umat yang tengah-tengah atau moderat. Menurutnya, moderat ini sejatinya tidak hanya dalam kehidupan beragama, akan tetapi dalam segala aspek kehidupan kita harus bisa bersikap moderat.
“Manusia hidup di dunia ini ibarat sedang melakukan out bond. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Sehingga manusia dituntut untuk menggali potensi diri dan mempunyai skill atau kompetensi. Dengan kompetensi yang dimiliki itulah, manusia akan menjadi orang yang moderat”, tutur Pengasuh Pondok Pesantren Hanacaraka Wonogiri itu.
Baca Juga
- Dekan Humaniora Buka PBAK: Teguhkan Niat dan Jangan Takut Gagal
- 419 Mahasiswa Baru Fakultas Humaniora Ikuti Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan
- Serunya PBAK Humaniora Pasca Pandemi, Begini Kesan Panitia
Secara sederhana, bersikap moderat adalah mampu berada di tengah-tengah, tidak condong pada suatu hal. Moderasi ialah menempatkan diri sesuai tempat yang tepat.
“Moderat bisa memiliki pengertian bersikap sesuai dengan konteks atau maqamnya, sehingga sikapnya tidak ekstrim, ada rasa hormat dalam menghadapi perbedaan. Meskipun zaman ini semakin modern, tapi yang moderat”. Tutur Gus Ahans di hadapan ratusan mahasiswa baru Fakultas Humaniora.
Menutup materinya seputar moderasi, Gus Ahans menegaskan bahwa memegang keyakinan tentang kebenaran yang kita miliki bersifat paralel. Maknanya adalah bahwa kebenaran tersebut tidak mutlak dari kita sendiri, melainkan didukung oleh kebenaran-kebenaran orang lain. Namun kebenaran mutlak hanya milik Allah.
“Sebagai manusia biasa, alangkah mulianya jika kita terbuka, dan menerima masukan dari masyarakat sekitar. Seseorang akan dianggap kaku, tidak toleran, dan sulit bergaul jika meyakini bahwa yang benar hanyalah diri sendiri,” imbuhnya.
Dihadirkannya topik moderasi beragama dalam PBAK kali ini merupakan wujud dari komitmen Fakultas Humaniora untuk menanamkan kepada mahasiswa baru tentang cara berpikir yang tidak ekstrem dan radikal dalam beragama Islam, mengingat bangsa Indonesia ini merupakan bangsa yang majemuk, baik dari segi budaya, agama dan bahasa. [li]