Dua Pakar Sastra Humaniora Angkat Tradisi Sholawat dan Ketidakadilan Gender dalam Forum Internasional

HUMANIORA – (22/09/2022) Sesi kedua plenary session Annual International Conference on Language, Literature and Media (AICOLLIM) diisi oleh Prof. Dr. Wildana Wargadinata, disusul Assoc. Prof. Dr. Istiadah. Keduanya adalah dosen Fakultas Humaniora, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Prof. Wildana dalam kesempatan tersebut menyajikan paper ihwal penggunaan, keutamaan, fadilah, dan fungsi shalawat Nabi dalam sepanjang pengalaman umat Islam, sejak dari periode sahabat, tabiin hingga masa sekarang. Presentasi Prof. Wildana dituangkan dalam papernya berjudul “Shalawat and Madaih: Between Contradiction and Inseperability”.

Baca Juga: 

Doaa Omran, Angkat Suara-Suara Penulis Perempuan Muslim Dunia

Humaniora Kembali Gelar Aicollim, Hadirkan Narasumber dari Lima Negara

Presenter Dalam dan Luar Negeri Ambil Bagian dalam Parallel Session AICOLLIM

Profesor Fakultas Humaniora yang dilantik pada Juni 2022 lalu itu menjelaskan bahwa dalam sejarahnya, salawat dan madaih diterima oleh masyarakat Islam sebagai fenomena yang saling bertentangan dan bertolak belakang. Di satu sisi, shalawat adalah bagian dari ritual keagamaan yang sifatnya dogmatis, sementara di sisi lain, shalwat juga mengandung madaih atau pujian-pujian sebagaimana karya sastra atau aktvitas seni macam puisi yang mengandung kreativitas yang terus menerus diproduksi.

Lebih lanjut, Prof. Wildana mengajak para audien menengok fenomena shalawat dalam konteks Indonesia. Menurutnya, shalawat ditangkap oleh masyarakat muslim sebagai doa keselamatan. Tapi bagaimana pun bersholawat memang realitas yang di dalamnya terkandung keselamatan, pujian kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, sirah atau sejarah Nabi, dan juga kandungan doa.

“Aktivitas apa pun yang dilakukan oleh realitas muslim Indonesia, kerap dimulai dengan doa sholawat. Bahkan, shalawat menjadi doa untuk menghalau polisi,supaya tidak dicegat di tengah jalan.”, ujarnya di hadapan peserta yang hadir di Home Theater dan di jagad maya.

Masih dalam sesi plenary yang sama, materi Prof. Wildana dilanjutkan oleh Dr. Istiadah, yang mengulik novel Entrok karya sastrawan Okky Madasari. Dr. Istiadah mengangkat topik gender dan perempuan melalui papernya yang berjudul “Women’s Agency in Okky Madasri’s ‘Entrok’”. Perempuan merupakan salah satu pembahasan yang menarik untuk dikaji dalam dunia sastra. Tokoh perempuan yang menjadi sorotan Dr. Istiadah dalam novel tersebut adalah Sumarmi, sosok perempuan desa yang ada di wilayah Jawa.

“Sumarmi merupakan sosok perempuan desa di wilayah Jawa, yang ternyata dapat memanfaatkan seluruh kekuatan dan potensinya sebagai seorang perempuan yang serba terbatas, untuk meningkatkan kualitas hidupnya di tengah banyak kendala yang dihadapinya.”, jelas Dosen Sastra Inggris ini tentang sosok perempuan dalam novel yang dikajinya.

Sebagaimana dikisahkan Dr. Istiadah, Sumarni merupakan sosok yang mempunyai tekad yang kuat dalam meraih tujuan yang ia yakini mampu membuat hidupnya menjadi lebih bermakna. Dia bekerja apa pun, sebagai pengupas singkong atau ketela. Kemudian juga menjadi penganyam tembikar untuk dijual di pasar. Modal dari pekerjaan-pekerjaan tersebut lalu dia gunakan untuk jualan keliling. Ia menjadi sosok berdaya, menjadi “agency”.

“Kekuatan sosok perempuan yang ada pada Sumarni, sebagai sosok berdaya ini kadang bertabrakan dengan program-program pemberdayaan perempuan milik pemerintah, yang karena salah kebijakan atau salah strategi sering malah memperdayakan perempuan itu sendiri. “, paparnya.

Melalui pemaparannya, Dr. Istiadah menegaskan kepada para peserta untuk menggunakan ilmu sastra sebagai sarana untuk menangkap makna dan spirit yang tertuang dalam karya sastra.

“Ilmu sastra, sebagai salah satu ilmu humaniora, juga harus berperan dalam mengatasi berbagai macam permasalahan hidup manusia, termasuk masalah ketidakadilan gender dan degradasi lingkungan hidup.”, pungkasnya. [ms]

Add a Comment

Your email address will not be published.