Hadirkan Pakar, UPM Humaniora Angkat Seksisme Dalam Sastra Digital Era 4.0
HUMANIORA - (29/10/2022) Unit Pembelajaran Mandiri (UPM) Fakultas Humaniora menghelat webinar sastra pada Sabtu, 29 Oktober 2022. Kegiatan ini digelar dalam rangka penguatan akademik bagi mahasiswa terkait dengan bidang studi kesusastraan. Di samping itu, UPM sendiri merupakan unit yang membidangi pengembangan pembelajaran mandiri di lingkungan Fakultas Humaniora.
Baca juga:
- Masalah Agency dalam Pembelajaran Bahasa Inggris, Begini Kata Pakar Linguistik dari Humaniora
- Ketika Kata Sampeyan Mengggeser Kata Panjenengan, Begini Penjelasan Djoko Susanto!
- Humaniora Buka Ruang Literasi Bagi Mahasiswa
Kegiatan kali ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Wawan Eko Yulianto, Ph. D. dan Muhammad Rosyid H. W., M. Hum. Jalannya webinar dipandu langsung oleh Ketua Unit Pembelajaran Mandiri (UPM) Fakultas Humaniora, M. Anwar Masadi, MA.
Mengawali webinar, Wawan Eko Yulianto, Ph. D. mengangkat tmasalah seksisme dalam dua cerita populer di Wattpad dan Storial.co, yaitu Friendshit dan Just You and Me. Menurutnya, dalam kedua cerita ini seksisme menjadi alat yang bagus dalam menciptakan pemenuhan fantasi pembaca atau daya pikat di dalam karya sastra digital.
“Di dalamnya (cerita), seksisme muncul sangat kuat dan menjadi alat pemenuhan fantasi,” jelasnya.
Selanjutnya, Wawan Eko Yulianto, Ph. D. memerincin jenis seksisme yang ada. Seksisme yang biasanya muncul kuat adalah seksisme yang dilandasi niat baik (benevolent). Sedangkan seksisme jahat cenderung ditolak di bagian awal cerita oleh karakter utama.
“Untuk karya sastra digital, yang paling sering memunculkan seksisme adalah novel digital dan audiens bebas memberikan respons sehingga membuat karya sastra ini hidup,” imbuhnya.
Sementara itu, Muhammad Rosyid H. W., M. Hum. Mengangkat topik tentang Ruang dan Peluang Sastra Digital. Menurutnya, terdapat kelebihan dan kelemahan dalam sastra digital. Kelebihan sastra digital mampu membuka kreatifitas dan ruang alternatif bagi penulis, bahkan menjadi ruang demokratis bagi pembaca.
“Ia bisa mengeksplorasi kreativitas penulis, memiliki banyak ruang alternatif bagi penulis, memiliki ruang demokratis bagi pembaca untuk mengutarakan pendapat,” jelasnya.
Namun demikian Muhammad Rosyid H. W., M. Hum. Juga mengingatkan kelemahan dari sastra digital. Yaitu, sastra digital cenderung diciptakan tanpa adanya seleksi yang cukup. “Dalam sastra digital tidak ada proses kurasi dan editing, terlalu mengikuti selera pembaca, serta miskin kritik,” tukasnya. [ai]